Open top menu
#htmlcaption1
Kamis, 26 Desember 2013
Proses sai bagi perempuan bagian dua

Tidak disunahkan bagi jamaah haji perempuan untuk berjalan cepat (ramal). Berjalan cepat hanya disunahkan bagi jamaah laki-laki saja.

 Ketika dia sudah dekat dengan bukit Marwah, hendaknya dia membaca ayat, “Sesungguhnya Shafa dan Marwah ialah bagian dari syiar (agama) Allah. Barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya untuk mengerjakan sai antara keduanya.”

 “Barangsiapa mengerjakan kebajikan dengan kerelaan hati, Allah Mahamensyukuri dan Mahamengetahui.” Lalu, naik ke atas bukit Marwah, jika memang memungkinkan.

Proses sai bagi perempuan bagian dua
Waktu di Bukit Marwah juga melakukan hal yang sama seperti ketika di bukit Shafa. Setelah selesai, berarti dia telah menyempurnakan satu putaran sa’i. Hal ini kemudian diulanginya lagi sampai tujuh putaran.
Hendaknya dia tidak menghentikan langkahnya di tengah-tengah sa’i kecuali untuk beristirahat sejenak atau untuk menunaikan shalat fardhu. Jika dia tidak mampu berjalan kaki, dia dibolehkan bersai dengan naik kendaraan (ditandu, digendong, dan semisalnya).

Dia juga dibolehkan bersa’i meski dalam sedang haid atau nifas, tapi harus masuk ke medan sa’i dari pintu selain pintu-pintu Masjidil Haram.

Setelah merampungkan seluruh putaran sa’i, hendaknya dia bertakbir, bertahmid, dan berdoa menurut keinginannya sambil menghadap kiblat. Sesudah itu, dia boleh bertahallul dan memotong rambutnya, jika dia berniat umrah atau Haji Tamattu’.

 Kemudian, melakukan sa’i lagi setelah mengerjakan Tawaf Ifadhah. Tapi, jika dia berniat Haji Qiran, dia harus tetap menjaga keadaan ihramnya dan tidak boleh bertahallul sampai datang Hari Nahar. Dia juga tidak harus melakukan sa’i lagi setelah Tawaf Ifadhah
Read more
Proses Sai Bagi Perempuan Bagian Pertama

Setelah selesai mengerjakan tawaf jemaah haji perempuan hendknya langsung berniat sa’i dan bergegas menuju shafa. Dia harus suci dari hadas kecil maupun besar jika memang tidak haid, dan tentunya harus menutup aurat.

Sealain itu jemaah haji perempuan harus senantiasa memikirkan allah , menjaga lidah dari setipabentuk kemaksiatan dan hrus menjaga pandangan dari setipa hal yang diharamkan.  Setelah sampai di shafa maka dia harus membaca ayat “Sesungguhnya Shafa dan Marwah ialah bagian dari syiar (agama) Allah . Barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya untuk mengerjakan sa’i antara keduanya. Barangsiapa mengerjakan kebajikan dengan kerelaan hati, Allah Mahamensyukuri dan Mahamengetahui.”

 Lalu, naik ke atas bukit Shafa, jika memang memungkinkan, untuk melihat Ka’bah dan menghadap kiblat seraya berkata, “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahil hamdu. Allahu Akbar ‘alama hadana walhamdulillahi ‘alama aulana la ilaha illalahu wahdahu la syarika lahu, lahul mulku walahul hamdu yuhyi wayumitu biyadihil khairu wahuwa ‘ala kulli syai inqadir. La ilaha illallahu wahdahu lasyarika lah, anjaza wa’dahu wanasara ‘abdahu wahazamal ahzaba wahdah, la ilaha illallahu wala na’ buduilla iyyahu mukhilisina lahuddina walau karihal kafirun.” Kemudian turun dari bukit Shafa menelusuri medan sa’i menuju bukit Marwah.

Disaat menuju perjalanan ke marwah , disunahkan untuk berdo’a , derzikir, dan membaca alquran. Dan jika sudah samapai pada dua garis hijau maka hendaklah membaca “ Ya Tuhanku, berikanlah ampunan dan rahmat kepadaku. Engkaulah Dzat yang memuliakan dan yang tidak terbatas ilmunya. Sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang tidak kami ketahui. Sesungguhnya Engkau Mahaagung dan Mulia.”

Read more
Kamis, 19 Desember 2013
adab melaksanakan sai bagian dua

Setelah itu, seyogianya berdoa kepada Allah SWT memohon apa saja yang diinginkan, dan menutupnya dengan shalawat untuk Nabi SAW. Kemudian turun, dan memulai sa’i seraya mengucapkan, “Rabbighfir war ham wa tajawaz ‘amma ta‘lam. Innaka antal a’azzul kiram. Allahumma atina fid dunia hasanatan wa fil akhirati hasanatan wa qina adzaban nar.

” Artinya, “Wahai Tuhanku, ampunilah aku, rahmatilah aku dan hapuslah dosa-dosaku yang pasti telah Kau-ketahui. Sungguh, Engkau­lah Yang Mahaperkasa lagi Mahamulia. Ya Allah, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan jauhkanlah kami dari azab neraka.”

Pada mulanya, hendaknya berjalan dengan langkah-langkah biasa, sampai dekat dengan tanda pertama berwarna hijau, kira-kira sejauh enam hasta (lebih kurang tiga meter  persegi). Dari situ, hendaknya mempercepat langkah, atau berlari-lari kecil sehingga sampai di tanda hijau yang kedua, dan dari sana berjalan kembali dengan langkah-langkah biasa. Dan apabila telah sampai di bukit Marwah, hendaknya menaikinya seperti yang dilakukan ketika di bukit Shafa.

Kemudian menghadap ke arah Shafa dan berdoa seperti sebelumnya. Dengan itu, ia telah selesai melakukan satu kali lintasan sa‘i. Jika telah kembali lagi ke bukit Shafa, maka dihitung dua kali. Begitulah selanjutnya, sampai tujuh kali lintasan. Setiap kali berlari-lari kecil dan berjalan biasa di tempatnya masing-masing, sebagaimana telah dijelaskan sebelum ini, dan setiap kali juga menaiki bukit Shafa dan Marwah. Dengan selesainya tujuh kali lintasan sa‘i itu, maka ia telah menyelesaikan dua hal, yakni Tawaf Qudum dan sa’i. Kedua-duanya termasuk sunnah.

 Adapun persyaratan bersuci dari hadas ketika mengerjakan sa’i, hukumnya mustahab (dianjurkan) dan bukan wajib seperti dalam mengerjakan tawaf. Dan mengingat bahwa ia telah mengerjakan sa’i maka tidak lagi diharuskan mengerjakannya lagi setelah wukuf. Sebab sa’inya itu sudah cukup sebagai pelaksanaan salah satu rukun haji.

Sedangkan pelaksanaannya tidak dipersyaratkan harus dilakukan setelah wukuf. Lain halnya dengan Tawaf Rukun (atau Tawaf Ifadhah) yang hanya dianggap sah apabila dilakukan setelah wukuf. Walaupun demikian, harus diingat pula bahwa setiap sa’i tidak dianggap sah kecuali dikerjakan setelah tawaf, baik tawaf wajib ataupun sunah

Read more
Tata cara sai bgian satu

Sa’i adalah berjalan di antara bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Sa’i dilakukan setelah selesai semua tahapan ibadah tawaf.

Apabila telah selesai melaksanakan tawaf, tahapan haji berikutnya yang harus dilaksanakan adalah keluar melalui pintu Bab As-Shafa untuk menuju bukit Shafa. Hendaklah menaiki bukit kecil tersebut beberapa anak tangganya, kira-kira setinggi seorang laki-laki dewasa.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW ketika melakukan haji, beliau menaiki bukit Shafa sehingga dapat melihat Ka‘bah. Meskipun demikian, sa’i cukup dimulai dari kaki bukit. Menaikinya lebih dari itu, adalah sesuatu yang mustahab (disukai atau dianjurkan).

Sebenarnya, sebagian dari anak tangga bagian bawah ternyata baru dibangun dikemudian hari. Karena itu, janganlah mengabaikannya sehingga dapat mengurangi kesempumaan sa’i. Dari Bukit Shafa itulah sa‘i dimulai, antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali putaran.

Ketika telah menaiki bukit Shafa, hendaknya menghadap ke arah Ka’bah, lalu mengucapkan, “Allahu Akbar. Allahu Akbar. Alhamdulillahi ‘ala ma hadana Alhamdulillahi bi mahamidihi kulliha. La ilaha illallah wahdahu la syarika lah. Lahul-mulku wa lahulhamdu bi yadihil khairu wa hua ala kulli syai’in qadir. La ilaha illallah wahdah, shadaqa wa’dah. wanashara ‘abdah wa a’azza jundah. Wa hazamal ahzaba wahdah. La ilaha illallahu mukhlishina lahuddin wa lau karihal kafirun.”

 “La ilahi illallahu mukhlishina lahud din. Alhamdulillahi rabbil’alamin. Fa subhanallahi hina tumsuna wa hina tushbihun. Wa lahulhamdu fis samawati wal ardhi wa ‘asyiyyan wa hina tuzhhirun. Yukhrijul hayya minal-mayyiti. Wa yukhrijul mayyita minal hayyi. Yuhyil ardha ba‘da mautiha, wa kadzalika tukhrajun. Wa min ayatihi an khalaqakum min turabin, tsumma idza antum basyarun tantasyirun.”

“Allahumma inni a’asluka imanan da’iman. wa yaqinan shadiqan, wa ‘ilman nafi‘an, wa qalban khasyi‘an, wa lisanan dzakiran. Wa as’alukal ‘afwa wal afiata wal mu‘afah ad-da’imah fid dunya wal akhirah. Wa shallallahu ‘ala Muhammadin wa alihi wa sallam.”

Artinya, “Allahu Akbar, Allahu Akbar. Segala puji bagi Allah Yang telah memberi kami petunjuk. Segala puji bagi Allah, sesrni dengan segala sifat-terpuji-Nya; atas segala nikmat yang dikaruniakan-Nya. Tiada tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya; dan kepunyaan-Nya-lah semua kerajaan, dan bagi-Nya-lah segala puji- pujian. Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan. Di tangan- Nya-lah terhimpun segala kebaikan, dan Dia-lah yang Maha kuasa atas segala sesuatu.

Tiada tuhan selain Allah, Yang telah memenuhi janji-Nya, Yang telah memenangkan hamba-Nya, Yang memberi kekuatan tentara-Nya dan Yang  Ia sendiri  memukul-mundur pasukan Ahzab.” “Tiada tuhan selain Allah; hanya kepada-Nya kami tujukan ibadah kami, walaupun orang-orang kafir tak menyukai. Segala puji bagi Allah, tuhan semesta alam.

Maka bertasbihlah kamu sekalian kepada Allah di waktu petang dan waktu pagi;dan bagi-Nya-lah segala puji, di langit dan di bumi, dan di waktu kamu berada di malam dan siang hari. Dia mengeluarkan yang hidup dan yang mati dan mengeluarkan yang tnati dari yang hidup, dan menghidupkan bumi sesudah matinya. Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan kembali.

 Dan di antara tanda-tanda (kebesaran-Nya adalah bahwa Dia menciptakan kamu dari tanah,kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berpencaran.” “Ya Allah, sungguh aku memohon dari-Mu, keimanan yang langgeng, keyakinan yang tulus, ilmu yang bermanfaat, hati yang khusyuk dan lidah yang selalu bersyukur. Dan aku memohon dari-Mu, pengampunan, kesehatan dan kesejahteraan yang terus-menerus, di dunia dan di akhirat
Read more
Rabu, 18 Desember 2013
Mabit di muzdalifah

Mabit atau bermalam di Muzdalifah memberikan kesempatan kepada jamaah haji untuk beristirahat guna memulihkan tenaga. Kondisi badan yang fit sangat diperlukan sebab rangkaian kegiatan ibadah haji keesokan harinya sangat berat, yaitu melempar jumrah Aqabah di Mina.

Melempar jumrah adalah simbol perlawanan terhadap setan. Karena melawan setan tidak semudah membalik telapak tangan, kita membutuhkan stamina dan kekuatan yang sangat besar untuk mengalahkannya. Karena itulah, sebelum melaksanakan ibadah apa pun kondisi tubuh kita harus sehat dan kuat.

Hikmah yang bisa kita petik dari kegiatan mabit di Muzdalifah adalah bahwa untuk dapat menjalankan ibadah secara baik kita harus menjaga kondisi fisik agar tetap prima. Karena itu, penulis akan menyediakan ruang tersendiri untuk membahas tentang persiapan apa saja yang harus dilakukan agar kesehatan fisik dan mental tetap terjaga.

Melempar jumrah adalah simbol perlawanan manusia terhadap setan. Manusia harus melakukan perlawanan kepada setan karena mereka selalu berupaya menyesatkan manusia dari jalan kebenaran dan menjauhkan mereka dari jalan Allah SWT. Melempar jumrah adalah simbol keteladanan Hajar yang menunjukkan sikap permu terhadap setan.

Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa sewaktu Ibrahim membawa Ismail untuk disembelih, setan membujuk Hajar agar menghentikan langkah suaminya itu. Sebagi seorang ibu, menurut setan, Hajar tidak akan sampai hati mengetahui buah hatinya dikorbankan.

Perkiraan setan ternyata meleset. Bukannya menuruti bisikan setan, Hajar malah mengambil batu dan melemparinya berkali-kali. Dalam ibadah haji, melempar jumrah tidak hanya dilakukan dalam satu hari melainkan tiga atau empat hari. Ini menunjukkan perintah Allah yang sangat tegas agar manusia benar-benar memusuhi setan dan tidak bersekutu dengannya.
Panji-panji harus terus dikibarkan dan genderang perang melawan setan harus terus ditabuh. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya setan adalah musuh bagimu maka jadikanlah ia sebagai musuh(mu). Sesungguhnya setan- setan itu hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. (QS. Fathir ayat 6).
Orang yang mengharapkan kebahagiaan di dunia dan akhirat harus bisa menyelami sekaligus mempraktikkan makna dan nilai-nilai melempar jumrah, yaitu memusuhi setan hingga kapan pun. Setiap muslim terutama para jamaah haji yang telah pulang dari Tanah Suci harus mencontoh sikap Hajar dalam memerangi setan, sebab hanya dengan cara itulah kita akan sampai pada ridha Allah SWT

Read more
Kamis, 12 Desember 2013
mencium Hajar Aswad

Batu hitam yang khusus diturunkan Allah SWT dari surga dinamakan Hajar Aswad. Batu itu terletak di sudut Kabah, tepatnya di pinggir pintu Kabah. Menyentuh Hajar Aswad, menciumnya, dan melambaikan tangan kepadanya adalah lambang kesetiaan dan kepatuhan mutlak kepada Allah SWT. Itulah yang dilakukan jamaah haji saat tawaf di pelataran Kabah.

Zaman dahulu, di suku-suku Arab selalu mengikat perjanjian satu sama lain dengan diakhiri berjabat tangan atau bersalaman. Perjanjian atau kesepakatan itu biasanya untuk mendapatkan jaminan keselamatan selama mereka menempuh perjalanan di padang pasir yang luas, baik keselamatan dirinya sendiri maupun keselamatan barang dagangannya.

Jabat tangan itu merupakan kesepakatan dan kesetiaan. Sebagaimana bersalaman dalam perjanjian suku-suku Arab tersebut, lambaian tangan kepada Hajar Aswad sebenarnya merupakan cara lain untuk mengungkapkan kesetiaan manusia kepada Allah SWT.

Kesetiaan tersebut perlu ditunjukkan agar mereka mendapatkan jaminan keselamatan selama menempuh perjalanan dalam kehidupan di dunia ini. Dengan ‘bersalaman’ dengan Hajar Aswad berarti menusia telah sepenuhnya menggantungkan hidup dan keselamatannya kepada Allah SWT
Read more