Proses sai bagi perempuan bagian dua
Tidak disunahkan bagi jamaah haji perempuan untuk berjalan cepat (ramal). Berjalan cepat hanya disunahkan bagi jamaah laki-laki saja.
Ketika dia sudah dekat dengan bukit Marwah, hendaknya dia membaca ayat, “Sesungguhnya Shafa dan Marwah ialah bagian dari syiar (agama) Allah. Barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya untuk mengerjakan sai antara keduanya.”
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan dengan kerelaan hati, Allah Mahamensyukuri dan Mahamengetahui.” Lalu, naik ke atas bukit Marwah, jika memang memungkinkan.
Waktu di Bukit Marwah juga melakukan hal yang sama seperti ketika di bukit Shafa. Setelah selesai, berarti dia telah menyempurnakan satu putaran sa’i. Hal ini kemudian diulanginya lagi sampai tujuh putaran.
Hendaknya dia tidak menghentikan langkahnya di tengah-tengah sa’i kecuali untuk beristirahat sejenak atau untuk menunaikan shalat fardhu. Jika dia tidak mampu berjalan kaki, dia dibolehkan bersai dengan naik kendaraan (ditandu, digendong, dan semisalnya).
Dia juga dibolehkan bersa’i meski dalam sedang haid atau nifas, tapi harus masuk ke medan sa’i dari pintu selain pintu-pintu Masjidil Haram.
Setelah merampungkan seluruh putaran sa’i, hendaknya dia bertakbir, bertahmid, dan berdoa menurut keinginannya sambil menghadap kiblat. Sesudah itu, dia boleh bertahallul dan memotong rambutnya, jika dia berniat umrah atau Haji Tamattu’.
Kemudian, melakukan sa’i lagi setelah mengerjakan Tawaf Ifadhah. Tapi, jika dia berniat Haji Qiran, dia harus tetap menjaga keadaan ihramnya dan tidak boleh bertahallul sampai datang Hari Nahar. Dia juga tidak harus melakukan sa’i lagi setelah Tawaf Ifadhah
Ketika dia sudah dekat dengan bukit Marwah, hendaknya dia membaca ayat, “Sesungguhnya Shafa dan Marwah ialah bagian dari syiar (agama) Allah. Barangsiapa beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, tidak ada dosa baginya untuk mengerjakan sai antara keduanya.”
“Barangsiapa mengerjakan kebajikan dengan kerelaan hati, Allah Mahamensyukuri dan Mahamengetahui.” Lalu, naik ke atas bukit Marwah, jika memang memungkinkan.
Waktu di Bukit Marwah juga melakukan hal yang sama seperti ketika di bukit Shafa. Setelah selesai, berarti dia telah menyempurnakan satu putaran sa’i. Hal ini kemudian diulanginya lagi sampai tujuh putaran.
Hendaknya dia tidak menghentikan langkahnya di tengah-tengah sa’i kecuali untuk beristirahat sejenak atau untuk menunaikan shalat fardhu. Jika dia tidak mampu berjalan kaki, dia dibolehkan bersai dengan naik kendaraan (ditandu, digendong, dan semisalnya).
Dia juga dibolehkan bersa’i meski dalam sedang haid atau nifas, tapi harus masuk ke medan sa’i dari pintu selain pintu-pintu Masjidil Haram.
Setelah merampungkan seluruh putaran sa’i, hendaknya dia bertakbir, bertahmid, dan berdoa menurut keinginannya sambil menghadap kiblat. Sesudah itu, dia boleh bertahallul dan memotong rambutnya, jika dia berniat umrah atau Haji Tamattu’.
Kemudian, melakukan sa’i lagi setelah mengerjakan Tawaf Ifadhah. Tapi, jika dia berniat Haji Qiran, dia harus tetap menjaga keadaan ihramnya dan tidak boleh bertahallul sampai datang Hari Nahar. Dia juga tidak harus melakukan sa’i lagi setelah Tawaf Ifadhah